Sesungguhnya Kami telah mengemukakan
amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk
memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah
amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh
(Qs. Al Ahzab :72)
Tentang Amanah
Amanah dimaksud adalah Risalah Dinullah,
yang merupakan amanat terbesar dan wajib dilaksanakan manusia baik secara suka
ataupun tidak. Jika tidak dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, maka
kedudukan manusia dalam pandangan Al Khaliq adalah zalim dan jahil. Pengertian zalim dan jahil ini dapat kita
rujuk kepada sebuah hadits Rosulullah Salallahu’alaihiwassalam, dengan derajat
shahih menurut al Hakim yang diriwayatkan Imam Empat dari jalan Buraidah
r.a., :
“Hakim (qodhi) terdiri dari tiga golongan.
Dua golongan hakim masuk neraka dan segolongan hakim lagi masuk jannah. Yang
masuk jannah ialah yang mengetahui kebenaran hukum dan mengadili dengan hukum
tersebut. Bila seorang hakim mengetahui yang haq tapi tidak mengadili dengan
hukum tersebut, bahkan bertindak zalim dalam memutuskan perkara, maka dia masuk
neraka. Yang segolongan lagi hakim yang bodoh, yang tidak mengetahui yang haq
dan memutuskan perkara berdasarkan kebodohannya, maka dia juga masuk neraka”.
Dari hadits ini dapatlah ditarik pemahaman
secara luas bahwa yang dimaksud zalim adalah seseorang yang mengenal kebenaran
dari Rabbnya, namun sengaja menyelisihinya, yang merupakan lawan dari kosakata
adil : menempatkan sesuatu sesuai posisinya.
Sedangkan makna jahil adalah bodoh dalam
perkara Addinul Islam- meskipun seorang cendikiawan, maka ia tidak mengenal
kebenaran dan tidak berupaya mencari ilmu Islam sehingga secara pasti ia
terjerumus dalam perbuatan sesat.
Maka manusia tidak bisa lari dari amanah
yang telah diberikan Allah sebagai penciptanya selama mereka masih tinggal di
kolong langit milikNya. Hanya satu jalan yang seharusnya ditempuh tiap manusia,
yaitu berupaya mengenal Al haq dengan proses tadabbur (Qs.47:24), dan
mengamalkannya dengan segenap kekuatan yang diberikan Allah padanya. Jika tidak
demikian maka hanya dua macam alasannya : zalim atau jahil.
Dari ayat 72 Surah Al Ahzab, dikatakan
Allah bahwa Amanat tersebut ditawarkan kepada Langit, Bumi, dan Gunung tapi
mereka enggan maka diserahkanlah amanah tersebut kepada manusia. Ada baiknya
kita melihat beberapa ayat lain yang menjelaskan beberapa alasan penyerahan
amanah tersebut kepada manusia.
Makhluq selain manusia seperti langit,
bumi, gunung, tumbuhan, hewan, bahkan seluruhnya termasuk atom – atom dan sinar
kosmikpun telah melaksanakan tugas yang besar dari Allah yaitu menepati
sunatullah (hokum alam) dalam rangka mengayomi manusia melaksanakan tugas
selaku Khalifah Allah di muka bumi. Sunatullah bagi mereka dalam bahasa al
Quran adalah tasbih, tahmid, sholat, dan sujud.
Tidaklah kamu perhatikan bahwasanya Allah:
kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan
mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sholat dan
tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Qs. Annur : 41)
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada
di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih
dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.
Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun (Qs. Al Isra’ : 44).
Apakah kamu tiada kamu perhatikan, bahwa
kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan,
bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian
besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab
atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang
memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki (Qs. Al Hajj :
18)
Tiadalah mungkin Allah memikulkan sebuah
amanah kepada makhluqnya diluar batas kemampuan hambaNya. Maka manusia telah
dilebihkan Allah dari makhluq – makhluq lainnya berupa kelengkapan pendengaran,
pengamatan, hati, fuad (daya kemampuan fikir).
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut
ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu
pendengaran, penglihatan dan fuad, agar kamu bersyukur (Qs. An Nahl : 78).
Disamping diberi kemampuan mendasar untuk
tumbuh dan berkembang biak seperti hewan dan tumbuhan berupa nafsu. Namun perlu
diwaspadai keberadaan nafsu ini agar tidak mengendalikan fikiran manusia,
karena ia merupakan intuisi tempat bersarangnya bisikan iblis. Maka nafsu harus
dalam pengendalian rahmat (wahyu) Allah. Karena nafsu sebenarnya pelayan bagi
manusia bukan tuan bagi manusia.
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari
kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan,
kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha
Pengampun lagi Maha Penyanyang (Qs. Yusuf : 53)
yang dila'nati Allah (syaitan) mengatakan:
"Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang
sudah ditentukan (: nafsu) (Qs. An Nisa : 118).
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah
seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang
memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi
antara manusia (nafsunya) dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan
dikumpulkan (Qs. Al Anfal : 24).
Maka manusia yang mengabaikan amanah
Risalah Dinullah memiliki derajat lebih rendah dari makhluq lainnya, bahkan
dari seekor hewan ternak, karena hewanpun telah melaksanakan tugasnya sesuai
kelengkapan instink dan nafsunya. Akibatnya manusia akan menerima sanksi
hukuman Allah di dunia dan akhirat kelak.
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya
Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada
dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti
anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya
dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang
mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu
agar mereka berfikir (Qs. Al ‘Arof : 176).
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi
neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi
tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai
mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan
Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk
mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka
lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Qs. Al ‘Arof : 179)
Maka apakah kamu mengira, bahwa
sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu
tidak akan dikembalikan kepada Kami? (Qs. Al Mukminun : 115).
Ciri Mukmin Bertanggung Jawab Tehadap
Amanah
Telah Allah sebutkan dalam wahyuNya bahwa
salah satu ciri mukmin adalah apabila dipikulkan amanah, maka ia bertanggung
jawab untuk menjaga dan melaksanakannya,
Dan orang-orang yang terhadap amanat-amanat
(yang dipikulnya) dan janjinya bertanggung-jawab (Qs. Al Mukminun : 8).
Lafadz
“roo’un” dalam ayat di atas
bermakna “bertanggung jawab”. Bahkan dijelaskan Rosulullah dalam hadits muttafaqun ‘alaih bahwa : Setiap
kamu adalah roo’in, dan kamu akan diminta pertanggung jawaban atas urusanmu”.
Tentang JanjiNya
“ Hai manusia, sesungguhnya janji Allah
adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan
sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang
Allah” (Qs. Fathir : 5)
Allah memiliki janji-janji yang pasti
terwujud, baik di dunia ataupun di akhirat kelak. Salah satu janjiNya adalah
akan tegaknya Daulah Islam secara kaffah di seluruh muka bumi yang dilalui
peredaran malam dan siang di akhir zaman nanti, yang dipangkali dengan
dibangkitkanNya al Mahdi,
Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan
membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas
segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai. (Qs. At Taubah :
33)
Dijelaskan pula melalui lisan Rosulullah,
“Pasti Allah akan jayakan Islam ini di
setiap permukaan bumi yang dilalui malam dan siang. Maka Allah tidak akan
melewatkan sedikitpun antara pelosok desa dan kota, kecuali Dia akan memasukkan
Islam di sana. Dan Dia akan memuliakan mukminin disebabkan iman mereka dan Dia
akan menghinakan kafirin karena keingkaran mereka” (HR. Ahmad dari Tsauban r.a,
shahih)
Maka tinggallah kita selaku manusia yang
akan mati dan pasti akan diminta pertanggung jawaban atas amanah Risalah
Dinullah tersebut. Sejauh mana keyakinan dan upaya kita ikut andil sebagai
penolong Dinullah? Atau justru kita termasuk golongan muqtasidah (moderat :
hanya cari aman) seperti sikap Bani Israil terhadap Rosulullah Musa. Mungkin
pula termasuk golongan musyrikin yang justru merintangi Islam? Nau’zubillah min
dzalik.
Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang
sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada
(mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara
orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang
zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka
adalah orang-orang yang berdosa (Qs. Hud : 116)
Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu
penolong (Din) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada
pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi
penolong-penolongku (untuk menegakkan Din) Allah?" Pengikut-pengikut yang
setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong Dinullah", lalu
segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami
berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka,
lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (Qs. Asshaff :14).
Sesungguhnya Allah telah membeli dari
orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka.
Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu
telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran.
Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka
bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah
kemenangan yang besar (Qs. At taubah : 111).
Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak,
saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu
usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang
kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad
di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan
Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Qs. At taubah :
24).
0 komentar:
Posting Komentar