Senin, 09 Juni 2014

Amanah dan JanjiNya



Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh (Qs. Al Ahzab :72)

Tentang Amanah
Amanah dimaksud adalah Risalah Dinullah, yang merupakan amanat terbesar dan wajib dilaksanakan manusia baik secara suka ataupun tidak. Jika tidak dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab, maka kedudukan manusia dalam pandangan Al Khaliq adalah zalim dan jahil.  Pengertian zalim dan jahil ini dapat kita rujuk kepada sebuah hadits Rosulullah Salallahu’alaihiwassalam, dengan derajat shahih menurut al Hakim yang diriwayatkan Imam Empat dari jalan Buraidah r.a.,  :
“Hakim (qodhi) terdiri dari tiga golongan. Dua golongan hakim masuk neraka dan segolongan hakim lagi masuk jannah. Yang masuk jannah ialah yang mengetahui kebenaran hukum dan mengadili dengan hukum tersebut. Bila seorang hakim mengetahui yang haq tapi tidak mengadili dengan hukum tersebut, bahkan bertindak zalim dalam memutuskan perkara, maka dia masuk neraka. Yang segolongan lagi hakim yang bodoh, yang tidak mengetahui yang haq dan memutuskan perkara berdasarkan kebodohannya, maka dia juga masuk neraka”.
Dari hadits ini dapatlah ditarik pemahaman secara luas bahwa yang dimaksud zalim adalah seseorang yang mengenal kebenaran dari Rabbnya, namun sengaja menyelisihinya, yang merupakan lawan dari kosakata adil : menempatkan sesuatu sesuai posisinya.
Sedangkan makna jahil adalah bodoh dalam perkara Addinul Islam- meskipun seorang cendikiawan, maka ia tidak mengenal kebenaran dan tidak berupaya mencari ilmu Islam sehingga secara pasti ia terjerumus dalam perbuatan sesat.
Maka manusia tidak bisa lari dari amanah yang telah diberikan Allah sebagai penciptanya selama mereka masih tinggal di kolong langit milikNya. Hanya satu jalan yang seharusnya ditempuh tiap manusia, yaitu berupaya mengenal Al haq dengan proses tadabbur (Qs.47:24), dan mengamalkannya dengan segenap kekuatan yang diberikan Allah padanya. Jika tidak demikian maka hanya dua macam alasannya : zalim atau jahil.
Dari ayat 72 Surah Al Ahzab, dikatakan Allah bahwa Amanat tersebut ditawarkan kepada Langit, Bumi, dan Gunung tapi mereka enggan maka diserahkanlah amanah tersebut kepada manusia. Ada baiknya kita melihat beberapa ayat lain yang menjelaskan beberapa alasan penyerahan amanah tersebut kepada manusia.
Makhluq selain manusia seperti langit, bumi, gunung, tumbuhan, hewan, bahkan seluruhnya termasuk atom – atom dan sinar kosmikpun telah melaksanakan tugas yang besar dari Allah yaitu menepati sunatullah (hokum alam) dalam rangka mengayomi manusia melaksanakan tugas selaku Khalifah Allah di muka bumi. Sunatullah bagi mereka dalam bahasa al Quran adalah tasbih, tahmid, sholat, dan sujud.
Tidaklah kamu perhatikan bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih apa yang di langit dan di bumi dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya. Masing-masing telah mengetahui (cara) sholat dan tasbihnya, dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan. (Qs. Annur : 41)
Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatupun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun (Qs. Al Isra’ : 44).
Apakah kamu tiada kamu perhatikan, bahwa kepada Allah bersujud apa yang ada di langit, di bumi, matahari, bulan, bintang, gunung, pohon-pohonan, binatang-binatang yang melata dan sebagian besar daripada manusia? Dan banyak di antara manusia yang telah ditetapkan azab atasnya. Dan barangsiapa yang dihinakan Allah maka tidak seorangpun yang memuliakannya. Sesungguhnya Allah berbuat apa yang Dia kehendaki (Qs. Al Hajj : 18)
Tiadalah mungkin Allah memikulkan sebuah amanah kepada makhluqnya diluar batas kemampuan hambaNya. Maka manusia telah dilebihkan Allah dari makhluq – makhluq lainnya berupa kelengkapan pendengaran, pengamatan, hati, fuad (daya kemampuan fikir).
Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan Dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan fuad, agar kamu bersyukur (Qs. An Nahl : 78).
Disamping diberi kemampuan mendasar untuk tumbuh dan berkembang biak seperti hewan dan tumbuhan berupa nafsu. Namun perlu diwaspadai keberadaan nafsu ini agar tidak mengendalikan fikiran manusia, karena ia merupakan intuisi tempat bersarangnya bisikan iblis. Maka nafsu harus dalam pengendalian rahmat (wahyu) Allah. Karena nafsu sebenarnya pelayan bagi manusia bukan tuan bagi manusia.
Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyanyang (Qs. Yusuf : 53)
yang dila'nati Allah (syaitan) mengatakan: "Saya benar-benar akan mengambil dari hamba-hamba Engkau bahagian yang sudah ditentukan (: nafsu) (Qs. An Nisa : 118).
Hai orang-orang yang beriman, penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kamu kepada suatu yang memberi kehidupan kepada kamu, ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah membatasi antara manusia (nafsunya) dan hatinya dan sesungguhnya kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan (Qs. Al Anfal : 24).
Maka manusia yang mengabaikan amanah Risalah Dinullah memiliki derajat lebih rendah dari makhluq lainnya, bahkan dari seekor hewan ternak, karena hewanpun telah melaksanakan tugasnya sesuai kelengkapan instink dan nafsunya. Akibatnya manusia akan menerima sanksi hukuman Allah di dunia dan akhirat kelak.
Dan kalau Kami menghendaki, sesungguhnya Kami tinggikan (derajat)nya dengan ayat-ayat itu, tetapi dia cenderung kepada dunia dan menurutkan hawa nafsunya yang rendah, maka perumpamaannya seperti anjing jika kamu menghalaunya diulurkannya lidahnya dan jika kamu membiarkannya dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang mendustakan ayat-ayat Kami. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir (Qs. Al ‘Arof : 176).
Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai. (Qs. Al ‘Arof : 179)
Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami? (Qs. Al Mukminun : 115).
Ciri Mukmin Bertanggung Jawab Tehadap Amanah
Telah Allah sebutkan dalam wahyuNya bahwa salah satu ciri mukmin adalah apabila dipikulkan amanah, maka ia bertanggung jawab untuk menjaga dan melaksanakannya,
Dan orang-orang yang terhadap amanat-amanat (yang dipikulnya) dan janjinya bertanggung-jawab (Qs. Al Mukminun : 8).
Lafadz  “roo’un”  dalam ayat di atas bermakna “bertanggung jawab”. Bahkan dijelaskan Rosulullah  dalam hadits muttafaqun ‘alaih bahwa : Setiap kamu adalah roo’in, dan kamu akan diminta pertanggung jawaban atas urusanmu”.
Tentang JanjiNya
“ Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah syaitan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah” (Qs. Fathir : 5)
Allah memiliki janji-janji yang pasti terwujud, baik di dunia ataupun di akhirat kelak. Salah satu janjiNya adalah akan tegaknya Daulah Islam secara kaffah di seluruh muka bumi yang dilalui peredaran malam dan siang di akhir zaman nanti, yang dipangkali dengan dibangkitkanNya al Mahdi,
Dialah yang telah mengutus RasulNya (dengan membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk dimenangkanNya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin tidak menyukai. (Qs. At Taubah : 33)
Dijelaskan pula melalui lisan Rosulullah,
“Pasti Allah akan jayakan Islam ini di setiap permukaan bumi yang dilalui malam dan siang. Maka Allah tidak akan melewatkan sedikitpun antara pelosok desa dan kota, kecuali Dia akan memasukkan Islam di sana. Dan Dia akan memuliakan mukminin disebabkan iman mereka dan Dia akan menghinakan kafirin karena keingkaran mereka” (HR. Ahmad dari Tsauban r.a, shahih)
Maka tinggallah kita selaku manusia yang akan mati dan pasti akan diminta pertanggung jawaban atas amanah Risalah Dinullah tersebut. Sejauh mana keyakinan dan upaya kita ikut andil sebagai penolong Dinullah? Atau justru kita termasuk golongan muqtasidah (moderat : hanya cari aman) seperti sikap Bani Israil terhadap Rosulullah Musa. Mungkin pula termasuk golongan musyrikin yang justru merintangi Islam? Nau’zubillah min dzalik.
Maka mengapa tidak ada dari umat-umat yang sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan yang melarang daripada (mengerjakan) kerusakan di muka bumi, kecuali sebahagian kecil di antara orang-orang yang telah Kami selamatkan di antara mereka, dan orang-orang yang zalim hanya mementingkan kenikmatan yang mewah yang ada pada mereka, dan mereka adalah orang-orang yang berdosa (Qs. Hud : 116)
Hai orang-orang yang beriman, jadilah kamu penolong (Din) Allah sebagaimana Isa ibnu Maryam telah berkata kepada pengikut-pengikutnya yang setia: "Siapakah yang akan menjadi penolong-penolongku (untuk menegakkan Din) Allah?" Pengikut-pengikut yang setia itu berkata: "Kamilah penolong-penolong Dinullah", lalu segolongan dari Bani Israil beriman dan segolongan lain kafir; maka Kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, lalu mereka menjadi orang-orang yang menang. (Qs. Asshaff :14).
Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah; lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil dan Al Quran. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu, dan itulah kemenangan yang besar (Qs. At taubah : 111).
Katakanlah: "jika bapak-bapak, anak-anak, saudara-saudara, isteri-isteri, kaum keluargamu, harta kekayaan yang kamu usahakan, perniagaan yang kamu khawatiri kerugiannya, dan tempat tinggal yang kamu sukai, adalah lebih kamu cintai dari Allah dan Rasul-Nya dan dari berjihad di jalan-Nya, maka tunggulah sampai Allah mendatangkan keputusan-Nya." Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang fasik. (Qs. At taubah : 24).

0 komentar:

Posting Komentar